Jumat, 27 April 2012

GUS DUR PUNYA DUA SURGA


Fenomena masyarakat yang berbondong-bondong bertakziah saat wafatnya Gus Dur hingga semaraknya orang berziarah ke makamnya, tidak hanya mengherankan para pengamat sosial dan politik, tetapi juga menghebohkan kalangan ulama khawas (ulama khos) sehingga hal itu menjadi pembicaraan serius di kalangan mereka.

Suatu ketika ada seorang ulama khawas yang menyampaikan hal itu kepada KH Hasyim Muzadi, tentang karamah Gus Dur itu. Walaupun Hasyim Muzadi telah menemani Gus Dur lebih dari 20 tahun yang lalu, sejak tahun 1979 saat Muktamar NU di Semarang, ihwal kewalian Gus Dur itu baru diuangkapkan saat ini.

Menurutnya, bahwa surga itu memiliki berbagai macam pintu, antara lain pintunya orang alim, pintu orang sabar, pintu para syuhada, pintu para muttaqin dan lain sebagainya. Selain itu ada pula pintu orang yang memiliki itikad dan niat baik tetapi walaupun selalu disalahpami orang  dan dicaci-maki orang, namun tetap dijalankan dengan segala risiko.

Gus Dur memiliki keunggulan itu. Pertama ia merupakan orang sabar dalam proses pembinaan masyarakat, sehingga seolah Gus Dur menjadi orang yang cuek terhadap kritik orang  dan kedua juga tidak mundur ketika dicacimaki karena gagasannya yang dianggap kontroversial. Singkatnya, menurut wali tersebut, Gus Dur dua pintu surga, yakni pintunya orang yang sabar dan pintunya seorang ‘pionir’ yang sering disalahpahami orang. Maka tidak aneh kalau masyarakat mengerubungi Gus Dur saat meninggal melebihi ulama mana pun saat ini.

Sebagai orang memiliki kegigihan dan ketulusan dalam hidupnya Gus Dur memang layak mendapatkan dua pintu surga itu. “Sementara kita mendapat jendelanya surga saja belum tentu,” celetuk Hasyim Muzadi kepada ulama khowas tadi. Karena itu semangat juang dan pengabdian Gus Dur itu yang perlu kita teladani, sehingga hidupnya menjadi payung siapapun, bermanfaat pada siapapun.

sumber: www.nu.or.id

Rabu, 25 April 2012

REVITALISASI LAILATUL IJTIMA'

Tikung, sekber-kebangkitan.

Lailatul Ijtima' (malam kumpulan) adalah sebuah tradisi yang sejak dulu diugemi oleh NU. Sayangnya, tradisi tersebut kini tampaknya memudar, untuk tidak menyebutnya lenyap. Entah apa pasalnya, yang pasti nahdliyyin kini terkesan enggan untuk menghidupkannya, tak seperti dulu-dulu.

Secara amaliah, Lailatul Ijtima' biasanya diisi dengan kegiatan: khataman Al-Qur'an (30 juz), tahlil, dan sholat ghoib. Komposisi kegiatan seperti ini, merupakan sebuah wujud nyata bahwa sejatinya NU itu peduli sekali terhadap warganya. Bukan lain, rentetan khataman al-Qur'an, tahlil dan sholat ghaib, secara khusus adalah bertujuan untuk mendoakan warga NU yang sudah meninggal, di samping tentu saja do'a bersama demi kebaikan bersama warga NU.

Lebih dari itu, Lailatul Ijtima' ditradisikan oleh NU --salah satunya, adalah dimaksudkan sebagai forum konsolidasi antar warga NU, terutama antara pengurus NU dengan jamaahnya. Pasalnya, usai kegiatan (amaliah) di atas, warga NU --baik disengaja atau tidak, pastinya akan terlibat interaksi (cangkru'an). Nah, saat interaksi ini terjadi, tentu mudah sekali antara warga NU satu dengan yang lain untuk saling tukar pendapat, informasi, bahkan mencari solusi bersama dari masalah yang ada. Tentu saja, Lailatul Ijtima' ini akan efektif sekali sebagai forum konsolidasi, jika pengurus NU --di berbagai tingkatannya-- mampu menyadari dan mengatur Lailatul Ijtima' tersebut secara baik.

* * * * * * * * * 

Menyadari makna Lailatul Ijtima' yang seperti itulah, kami nahdliyyin-muda yang tergabung di dalam IPNU-IPPNU Tikung bermaksud merevitalisasi Lailatul Ijtima'. Dan kami memulainya pada tanggal 7 April 2012 M/ 15 Jumadil Akhir 1433 H. Semoga saja niat dan gerak kami ini istiqomah, dan selalu mendapat ridho-Nya. Amin. -zt- Berikut di antara rekam jejaknya: